Opini | Perlunya Strategi Komperhensip Dalam Pencegahan Perkawinan Anak

Editor: Redaksi


 

Oleh : Dr. Asman, M. Ag


Pencegahan perkawinan anak merupakan agenda penting dalam pembangunan sosial, hukum, dan pendidikan, karena praktik ini tidak hanya mengancam masa depan anak, tetapi juga berdampak pada kualitas generasi bangsa. Berbagai upaya perlu dikuatkan secara simultan agar perubahan sosial dapat terjadi secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Langkah pertama adalah pendidikan dan kesadaran masyarakat. Banyak kasus perkawinan anak terjadi karena kurangnya pemahaman orang tua mengenai dampak negatifnya, baik secara kesehatan reproduksi, psikologis, maupun ekonomi. Melalui program edukasi berbasis sekolah, komunitas, dan lembaga keagamaan, masyarakat dapat disadarkan bahwa investasi terbaik bagi anak adalah pendidikan, bukan pernikahan dini. Edukasi ini juga harus menyentuh aspek agama dan budaya sehingga mampu meluruskan tafsir yang selama ini menjadi pembenaran perkawinan anak.

Kedua, pemberian informasi yang akurat dan komprehensif menjadi instrumen penting. Informasi mengenai hak-hak anak, risiko kesehatan akibat kehamilan dini, serta konsekuensi hukum perlu disampaikan secara sistematis kepada anak, orang tua, dan pemimpin lokal. Dengan demikian, anak-anak dapat memahami nilai dirinya dan lebih berani melaporkan tekanan untuk menikah dini.

Upaya ketiga adalah sosialisasi usia minimum perkawinan. Penegasan bahwa perkawinan di bawah usia yang ditentukan oleh undang-undang adalah tidak sah sangat penting untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat. Ketika masyarakat memahami bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran hukum, maka praktik tersebut perlahan akan berkurang.

Selanjutnya, pendidikan dan pelatihan bagi anak, terutama anak perempuan, menjadi media pemberdayaan. Pendidikan mengenai hak, kesehatan reproduksi, dan keterampilan hidup membuat anak memiliki kapasitas untuk menolak pernikahan dini. Di sisi lain, pemberdayaan perempuan secara ekonomi akan memperkuat posisi tawar perempuan, karena banyak perkawinan anak terjadi akibat tekanan ekonomi keluarga.

Kerja sama dengan masyarakat merupakan kunci. Pelibatan tokoh agama dan pemimpin adat memiliki dampak signifikan dalam mengubah norma sosial. Mereka adalah figur panutan sehingga partisipasinya dapat mempercepat penerimaan masyarakat terhadap upaya pencegahan perkawinan anak. Program berbasis komunitas yang melibatkan orang tua, sekolah, dan lembaga keagamaan akan lebih efektif dalam membangun kesadaran kolektif.

Secara hukum, pemberian sanksi kepada pelaku perkawinan anak harus ditegakkan secara konsisten. Hukuman tidak semata bertujuan menghukum, tetapi juga memberikan efek jera dan memperjelas komitmen negara dalam melindungi anak. Namun demikian, anak yang menjadi korban harus mendapatkan dukungan penuh melalui pendampingan psikologis, edukatif, dan sosial.

Upaya penting lainnya adalah peningkatan akses anak terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan. Anak yang memiliki akses pada pendidikan yang baik, layanan kesehatan, serta ruang aman dari kekerasan lebih kecil kemungkinan terjebak dalam perkawinan dini. Layanan-layanan tersebut harus mudah dijangkau, terutama di daerah pedesaan.

Terakhir, pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan diperlukan agar program pencegahan tetap relevan dan efektif. Data dan temuan lapangan harus menjadi dasar untuk memperbaiki strategi, memperkuat kebijakan, dan merumuskan intervensi baru.

Dengan menerapkan seluruh strategi secara holistik, peluang untuk menghapus praktik perkawinan anak menjadi semakin besar, sekaligus memastikan bahwa masa depan anak dapat berkembang secara optimal tanpa terputus oleh tekanan sosial atau budaya.


Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS). Kosentrasi Ilmu Hukum Keluarga Islam

Share:
Komentar

Berita Terkini