Sambasnews.com (GALING)-Ebtani pemuda asal desa Sungai Palah kecamatan Galing menjadi petani milenial yang sukses, setelah tangan dinginnya berhasil mengelola kebun sayur-sayuran yang ia tanami dengan berbagai jenis komoditas pertanian.
Sarjana Pertanian jebolan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang ini, tidak patah arang sebelum sukses ketika pernah mengalami kegagalan dalam membudidayakan tanaman sayur-sayuran.
Ebtani mengungkapkan ia juga pernah gagal dalam membudidayakan komoditas pertanian sehingga gagal panen, lantaran tidak bisa mengendalikan hama tanaman pada tanaman yang ia tanam.
Karena itu ia mendorong agar para petani untuk tetap semangat, dalam mengusahakan budidaya pertanian.
"Kita sebagai petani harus tetap semangat dan jangan menyerah, apapun kendalanya. Karena saya sebelumnya juga pernah gagal, namun dari kegagalan tersebutlah saya jadikan guru," ujar Ebtani.
Jadi lanjutnya, kegagalan adalah guru paling sempurna.
"Dari kegagalan itu saya belajar tentang budidaya, juga untuk mengetahui kendalanya apa, sehingga bisa gagal. Sehingga dari kegagalan itu juga, pada akhirnya bisa mengendalikan hama penyakit pada tanaman yang saya tanam," jelas Ebtani.
Bidang pertanian disebutkan oleh Ebtani, merupakan bidang yang bisa banyak menyerap tenaga kerja.
"Seperti yang kami alami, dari apa yang kami kerjakan bisa menciptakan lapangan pekerjaan dari kebun yang dikelola. Selain itu juga bisa berbagi ilmu dalam budidaya tanaman, sehingga tenaga kerja yang awalnya bekerja pada lahan orang lain bisa mengelola lahan sendiri," terangnya.
"Sebelumnya ada diantara teman-teman bekerja dilahan yang kita kelola, namun seiring waktu berjalan teman itu tadi bisa membuka usaha sendiri," sebut Ebtani.
Ebtani mengungkapkan dari pengalaman yang ia jalani, disiplin merupakan satu hal yang penting dilakukan dalam mengelola perkebunan.
"Karena sebelumnya, kendala yang saya alami kurang disiplin dalam melakukan budidaya tanaman. Ini berakibat pada kegagalan atas usaha yang dilakukan. Permodalan pada awal-awal memulai usaha juga menjadi kendala, karena modal diperlukan untuk membeli bibit, pupuk, dan pengendali hama. Namun, semua itu bisa diatasi dari pengalaman sebelumnya," papar Ebtani.
"Jadi terkait modal tadi, kita mulai dari modal kecil dan perlahan-lahan. Sehingga akhirnya bisa terkumpul dengan modal yang cukup besar," tutup Ebtani.