Opini | Kolaborasi Emosional Dan Intelektual Suami Istri Menjaga Nilai Islam Dalam Pengasuhan Anak Di Tengah Tantangan Sosial Modern

Editor: Redaksi
Dr Asman, M. Ag



Oleh : Dr Asman, M. Ag (Bidang Ahli Hukum Keluarga Islam)


Seiring perkembangan zaman sosial yang modern ini, dipenuhi dengan informasi yang cepat, budaya global, dan perubahan nilai yang luas, pengasuhan anak tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak di keluarga. Suami dan istri kini dituntut untuk berperan aktif, tidak hanya dalam hal fisik dan ekonomi, tetapi juga dalam aspek emosional dan intelektual yang berdampak pada karakter serta kehidupan beragama anak. 

Kerja sama dalam hal emosional dan intelektual ini sangat penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai Islam tetap menjadi dasar utama dalam membentuk kepribadian anak. Tanpa adanya sinergi yang solid, metode pendidikan dalam keluarga bisa kehilangan tujuan di tengah banyaknya pengaruh luar yang sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Sejumlah penelitian sebelumnya telah menegaskan pentingnya keluarga dalam penerapan nilai-nilai Islam. Sebagai contoh, Hafizah (2018) menemukan bahwa komunikasi yang harmonis antara pasangan suami istri berperan besar dalam suksesnya pendidikan agama di dalam keluarga. Di sisi lain, Rasyid dan Nurhayati (2020) menekankan peran teladan orang tua dalam membentuk kecerdasan spiritual anak-anak. 

Selain itu, Putra (2022) menunjukkan bahwa kemajuan teknologi digital juga telah mengubah bentuk hubungan emosional dalam keluarga yang mengharuskan orang tua untuk lebih pintar dalam beradaptasi. Penemuan-penemuan ini mendukung pendapat bahwa pendidikan Islam dalam keluarga perlu dibangun melalui kerjasama yang baik dan terus-menerus.


Makna Kolaborasi Emosional dalam Pengasuhan Berbasis Nilai Islam

Kolaborasi emosional merupakan kerja sama antara suami dan istri dalam memahami, mengelola, dan mengekspresikan emosi dengan cara yang konstruktif, baik di dalam hubungan pasangan maupun dalam cara mereka mendidik anak. Dalam pandangan Islam, ketenangan dan kasih sayang (sakinah, mawaddah, dan rahmah) berfungsi sebagai dasar nilai emosional dalam keluarga. 

Suami dan istri yang dapat menjaga stabilitas emosional akan menciptakan lingkungan psikologis yang aman untuk perkembangan anak. Anak yang dibesarkan dalam rumah yang dipenuhi empati dan pengertian biasanya memiliki pandangan diri yang positif dan lebih mudah menerima nilai-nilai moral.

Penelitian yang dilakukan oleh Ismail pada tahun 2019 menunjukkan bahwa kestabilan emosi orang tua mempunyai peran penting dalam mengurangi perilaku agresif pada anak-anak yang berada dalam rentang usia sekolah. Akibatnya, anak-anak menjadi lebih terbuka terhadap disiplin dan nilai-nilai agama yang diajarkan kepada mereka. 

Selanjutnya, dalam konteks pengasuhan Islami, pengendalian emosi orang tua merupakan cerminan dari budi pekerti yang baik. Contoh yang diberikan oleh Rasulullah SAW menunjukkan bahwa sikap lembut adalah kunci sukses dalam mendidik masyarakat. Oleh karena itu, tanpa adanya ikatan emosional yang kuat, pengasuhan berdasarkan Islam akan menjadi sekadar nasihat tanpa contoh yang nyata.

Kerjasama emosional juga melibatkan kemampuan pasangan untuk saling membantu saat menghadapi tantangan dalam keluarga. Tekanan keuangan, pekerjaan, dan interaksi sosial saat ini bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga. 

Namun, melalui saling pengertian, dukungan, dan komunikasi yang baik, kedua pasangan dapat menciptakan lingkungan rumah yang mendukung pengamalan nilai-nilai Islam. Ketika anak mengamati orang tuanya yang bisa menangani konflik secara bijak, ia akan belajar tentang kesabaran, diskusi, dan etika dalam menyelesaikan masalah.


Kolaborasi Intelektual Basis Pengetahuan dalam Menghadapi Tantangan Sosial Modern

Selain kestabilan emosional, kerja sama intelektual antara suami dan istri juga merupakan faktor yang sangat penting. Kerja sama intelektual berarti kedua orang tua memiliki tujuan pendidikan yang serupa, saling bertukar informasi, serta berkontribusi aktif dalam meningkatkan pemahaman agama dan wawasan modern. 

Dunia digital memperkenalkan tantangan baru yang tidak dapat diatasi hanya dengan pengalaman yang tradisional. Perubahan dalam cara berkomunikasi, pengaruh budaya luar, serta masalah-masalah sensitif seperti identitas gender, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, dan konten digital yang berbahaya mengharuskan orang tua untuk memiliki kemampuan intelektual yang cukup.

Berdasarkan Wulandari (2021), keluarga yang memiliki keseimbangan dalam literasi digital dan literasi agama lebih berhasil dalam membentuk karakter anak dan mencegah mereka dari perilaku menyimpang. Sementara itu, Mahmudi (2023) menekankan bahwa ketidaksetaraan pengetahuan antara suami dan istri dalam memahami pendidikan anak sering kali menyebabkan perbedaan dalam cara mendidik dan berdampak pada kebingungan moral anak. 

Dalam ajaran Islam, kewajiban untuk terus menuntut ilmu dan menyadari perubahan zaman adalah tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap umat muslim. Terutama bagi orang tua, memperoleh pengetahuan bukan semata-mata untuk diri sendiri, tetapi juga untuk menyiapkan anak dalam menghadapi tantangan global. Ketika suami dan istri saling berpartisipasi dalam diskusi, merencanakan pendidikan, serta menilai perkembangan dan moral anak, pengasuhan yang dilakukan akan menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.


Harmoni Emosional dan Intelektual sebagai Pilar Penanaman Nilai Islam

Gabungan antara kerja sama emosional dan intelektual menghasilkan keseimbangan pengasuhan yang menyeluruh. Lingkungan rumah yang dipenuhi kasih sayang tetapi kekurangan pemahaman agama masih memberikan ruang bagi penyimpangan nilai. Begitu pula sebaliknya, orang tua yang menguasai pengetahuan agama tetapi tidak bisa mengontrol perasaan justru menciptakan rasa takut pada anak, alih-alih cinta terhadap nilai-nilai Islam.

Berdasarkan penelitian oleh Zahra & Nuraini (2024), efektivitas internalisasi nilai-nilai Islam pada anak dipengaruhi secara signifikan oleh konsistensi dalam pola asuh yang mengutamakan komunikasi yang empatik dan penjelasan yang rasional. Ini berarti bahwa anak-anak tidak hanya diwajibkan untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga harus diberi penjelasan yang sesuai dengan perkembangan psikologis mereka. Kerjasama emosional membawa kehangatan, sedangkan kerjasama intelektual memberikan panduan yang fundamental. 

Pasangan suami istri yang dapat berkolaborasi secara emosional dan intelektual akan membangun budaya keluarga yang Islami, bukan hanya sekadar keluarga dengan identitas Islam. Ajaran Islam ditransmisikan melalui contoh, pengetahuan, penyesuaian digital, dan komunikasi yang mengutamakan kebijaksanaan. Dengan cara ini, anak akan lebih gampang mengembangkan watak yang baik, kuat menghadapi rintangan sosial masa kini, dan terus mengikuti prinsip syariah.


Tantangan Sosial Modern dan Kebutuhan Adaptasi Keluarga Muslim

Tantangan sosial di era kini sangat rumit. Jaringan sosial telah menjadi tempat utama bagi anak-anak dan remaja untuk berinteraksi. Proses globalisasi berdampak pada pola hidup, nilai-nilai, dan cara berpikir kaum muda. Persaingan dalam bidang akademis dan karier turut merubah hubungan dalam keluarga. Kedua orang tua sering kali terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka, sehingga pengasuhan emosional dan intelektual menjadi berkurang. Walaupun teknologi digital memiliki manfaat, ia juga membawa risiko besar bagi moralitas jika tidak disertai dengan pengawasan dan pemahaman tentang agama.

Oleh karena itu, pasangan suami istri harus membangun kerja sama yang strategis untuk menghadapi masalah seperti penggunaan perangkat, akses jaringan, interaksi sosial, pendidikan seks yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, dan juga pengembangan karakter digital. Kerja sama emosional membuat anak merasa nyaman untuk berbagi dengan orang tua, sedangkan kerja sama intelektual memungkinkan orang tua memberikan jawaban yang akurat, berbasis ilmiah, dan sesuai dengan syariat.

Penutup

Dengan demikian dari pembahasan  diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa, kerjasama emosional dan intelektual antara suami dan istri adalah dasar yang sangat penting untuk mempertahankan nilai-nilai Islam dalam mendidik anak di tengah tantangan zaman modern. 

Mereka berdua bukan hanya berkolaborasi sebagai pasangan, tetapi juga sebagai rekan dalam pendidikan yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual untuk membentuk generasi Muslim yang berkarakter, berbudi pekerti, dan bermartabat. Dengan dasar ilmu, cinta, serta teladan, keluarga Muslim bisa menghadapi perubahan zaman tanpa kehilangan identitas Islam yang sejati.



Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS)

asmanarwan@gamil.com/081352680407

Share:
Komentar

Berita Terkini